charuccy

cuampur aduk aduk aduk..
semua coretan ada di sini.

Jumat, 01 Februari 2013

Dongeng tukang sepatu yang berbahagia


Tralala, trilili, tap,Tap, tap, ding, dong..
Tralala, trilili, tap,Tap, tap, ding, dong.. 

Itulah suara ketukan tapi terdengar merdu yang datang dari sebuah rumah kecil yang sudah reyot. Pemilik rumah itu seorang ibu yang sudah tua. Ia mempunyai anak seorang anak laki laki. Ibu dan anak itu bukan keluarga kaya. Ibu itu tidak mempunyai pekerjaan. Untuk makan mereka, anaknyalah yang bekerja. Kadang kadang mereka makan dan kadang kadang tidak.

Pemuda itu namanya rendi. Wajahnya cakap, ia pintar dan berhati luhur. Dan sangat berbakti kepada orang tuanya Karena itu banyak gadis di desa itu yang jatuh hati padanya. Apa pekerjaan rendi? Ia bekerja sebagai tukang sepatu. Setiap hari ia bergaul dengan alat pertukangan sepatu dan kulit sepatu. Jikalau palunya sedang menari nari di atas kulit sepatu, rumah reyot itu seperti berguncang. Gaungnya sampai ke ujung desa. Tiap pagi, siang dan malam rendi membanting tulang dengan giat.

Rumah mereka memang sempit, tetapi langganan makin lama makin bertambah. Sepatu buatan Rendi sungguh bagus modelnya dan kuat.

Rendi bekerja tanpa mengenal lelah. Sampai sampai ia tak pernah berpikir akan seorang gadis. Ia tidak menaruh perhatian pada mereka, padahal banyak gadis di desanya yang cantik. Tentu saja ibunya merasa cemas. Usia Rendi sudah pantas untuk menyunting seorang gadis.

“Rendi?” kata ibunya di suatu pagi, “ini makananmu. Makanlah, kau harus sarapan dulu.”
“Nanti sajalah, Bu” jawab anaknya.
“Kau lebih suka bekerja daripada memikirkan kesehatanmu sendiri, Anakku” kata ibunya dengan sedih.
“Bukankah aku bekerja untuk mencari uang, Ibu”
“Ya, tetapi….” Ibunya belum sempat melanjutkan kata katanya.
“Tidak ada tetapi, Bu” kata Rendi. “Aku mencari uang supaya kita dapat makan setiap hari. Aku tidak ingin melihat Ibu makan tidak banyak.”
“Kau terlalu giat Anakku” ucap ibunya. “Lupakah kau bahwa kau sudah pantas menikah??”
“Ah, aku tak pernah berpikir tentang menikah.”
“Rendi, ada berapa saja gadis yang ingin menikah denganmu” lanjut Ibu Rendi.
“Kalau mereka ingin menikah denganku, mereka harus datang melamarku, Bu…” jawab Rendi acuh tak acuh. Ia disuruh ibunya berjalan jalan. Siapa tahu ia bertemu dengan seorang wanita yg menarik hatinya.
“Kau yang harus pergi berjalan jalan di desa kita ini. Mana mungkin mereka harus datang kepadamu. Lagi pula, kalau gadis gadis itu lewat di depan rumah kita, kau terus saja bekerja”  ibunya terus berkata kata. “Kau tidak pernah menegur mereka. Kau tak pernah memberi salam kepada mereka”

Rendi diam saja. Ia tak mau membantah lagi. Ia sangat menghormati ibunya, tetapi ia tak mau dipaksa menikah.

Suatu hari, udara sejuk sekali. Angin bertiup perlahan. Harum bunga tercium di mana mana. Dan langit berwarna biru cerah. Lalu terdengar gemuruh suara kuda. Ternyata itu adalah kereta kerajaan. Kereta itu ditumpangi putri kerajaan. Namanya Putri Amiraaa, Betapa eloknya paras muka sang putri. Hidungnya kecil mancung, matanya indah besar bersinar sinar, pipinya sedikit kemerahan, dan bibirnya selalu mengembangkan senyum malu. Putri Amiraa mengenakan gaun yang panjang biru berpita biru gelap. Rambutnya yang panjang terurai berkilau keemasan. Pokoknya, Putri Amiraa lebih cantik dari putri manapun. Ia seperti bidadari yang turun dari langit.

Tetapi putri tidak turun dari langit, ia turun dari keretanya di depan rumah Rendi. Ia menjengukkan kepalanya ke dalam rumah Rendi lewat pintu Jendela. Sudah berpuluh puluh kali ia mendengar suara nyaring tap tap la ri ra ding dong dengngnggg!!! Ia ingin tahu siapa yang menimbulkan suara gaduh tetapi merdu itu.

Lama putri menunggu di tepi jendela. Tetapi tak nampak seorangpun menyambutnya. Rendi sama sekali tidak menolehkan kepalanya. Ia tidak mempedulikan kedatangan putri mahkota kerajaan itu. Terus dan terus ia mengetuk kulit sepatunya. Lalu ibunya menghampirinya, dan duduk berlutut di sampingnya. Ibunya berbisik bisik,
“Kau tahu siapa yang datang itu, nak??”
“Siapa itu, Bu??” tanya Rendi berbisik bisik.
“Ah, terlalu kau ini. Itu kan putri mahkota kerajaan kita. Putri Amiraaa” Ibu Rendi berbisik agak keras. Dijewernya telinga anaknya sedikit.
“Tegurlah dia. Siapa tahu ia tertarik kepadamu”
“Bagaimana bisa? Ia belum kenal denganku” kata Rendi sambil berpikir serius.

Karena lama menunggu dan tidak ada yang menegurnya, putri mahkota naik kembali ke keretanya dan berangkat menuju kerajaannya.
“Nah Dia sudah pergi” kata ibu Rendi.
“Besok akan kucoba, Bu. Aku akan meletakkan sepatu buatanku yang paling indah.”

Bagaimana halnya dengan putri mahkota? Di kerajaannya, keesokan paginya, ia memanggil imah pengasuhnya. Katanya,
“ Cepat imah Ambil gaunku yang merah muda. Aku akan kembali ke desa. Aku ingin melihat tukang sepatu muda yang sombong itu “
“Untuk apa, Tuan putri? Untuk apa mempedulikannya” tanya iimah pengasuhnya heran. “Bukankah dia sudah menghina tuanku putri??”
“Ah, iimah, aku bukannya kagum pada dia. Aku hanya ingin ia menaruh perhatian padaku Aku ingin dia menyembahku seperti orang lain menyembahku” kata putri, malu.

Iimah pengasuhnya akhirnya setuju. Maka berangkatlah putri mahkota kerajaan bersama pengasuhnya itu menuju desa Rendi.

Kali ini Putri Amiraa mengenakan gaun panjang sutra merah muda. Ia tampak lebih jelita dan lebih cerah daripada kemarin. Lebih indah daripada bunga bunga mawar yang tumbuh di pegunungan.

Kereta berhenti di depan rumah Rendi. Putri turun dari kereta dan melongokkan kepalanya di jendela. Ketika dilihatnya ada sepasang sepatu tergeletak di situ, putri berteriak kegirangan,
“Indah sekali, cantik sekali sepatu ini”  Ia lalu mengetuk ngetuk tepi jendela Rendi. Herannya, Rendi terus bekerja mengetuk ngetuk kulit sepatunya.
“Hai tukang sepatu, apakah saya tak boleh melihat wajahmu? Saya cuma bisa melihat sepatu dan rambutmu saja” tegur Putri Amiraaa.
“Tuan Putri, saya rasa tuan putrid lebih suka melihat sepatu saya daripada melihat wajah saya” jawab Rendi. Ia tetap memalingkan paras wajahnya.
“Jadi kau tidak mau bercakap cakap dengan saya” putri raja itu berkata dengan gusar. “Baiklah, sekarang saya pulang. Dalam beberapa hari lagi saya akan datang. Saya ingin mendengar kata katamu yang lemah lembut”

Putri Amiraaa pulang kembali ke kerajaan dengan hati agak kecewa. Sebenarnya ia marah sekali kepada Rendi. Ia telah bersolek secantik cantiknya tetapi Rendi tak memandang sebelah mata kepada kecantikkannya.
Sepeninggal Putri Amiraaaa, Rendi mengulangi apa yang dikatakan putri itu kepada ibunya.

“Nah anakku, Ibu tidak salah bukan” kata ibunya dengan senang. “Putri itu telah jatuh hati padamu. Ia tentu ingin menjadi istrimu.”
“Baiklah Bu. Nanti kalau ia datang aku akan memberinya bunga bunga cantik dan memintanya menjadi istriku” tutur Rendi.

Pada hari berikutnya di desa itu terdengar lagi langkah derap kaki kaki kuda. Itulah kereta kerajaan sang putri mahkota. Oleh saisnya kereta itu dihentikan persis di depan rumah pemuda tukang sepatu itu.

Dengan anggunnya Putri Amiraaa turun. Gaun putihnya tampak berkilauan. Di tangan, di leher, di kepalanya bergantungan untaian berlian yang gemerlapan. Dan di pintu, Rendi telah bersiap siap menyambutnya.

“Selamat pagi Tuan Putri” tutur Rendi dengan hati sukacita.”Telah lama sekali saya menunggu kedatangan Tuan Putri. Lihatlah!!” katanya menunjuk pada halaman dan pintu pintu rumahnya. “Rumah saya telah saya hias dengan bunga bunga indah. Saya ingin melamar tuanku menjadi istri saya.” Lalu Rendi berhenti bicara dan menunggu jawaban dari putri mahkota itu.

Alangkah terperanjatnya Putri Amiraaa. Bagaimana mungkin seorang tukang sepatu ingin mempersunting seorang putri kerajaan? Apalagi putri itu putri mahkota yang akan mewarisi kerajaan ayahnya dan akan memerintah semua rakyat? Dan cara melamarnya lucu sekali. Bahkan janggal. Seorang putra raja yang ingin melamar putri harus datang sendiri ke kerajaan. Ia harus menghadap baginda raja. Lalu ia melamar dengan membawa berbagai upeti atau hadiah yang mahal mahal. Begitulah cara memperistri putri raja itu.

Dan melihat Rendi yang tak tahu menahu soal tradisi kerajaan, maka tertawalah putri mahkota. Ia tertawa terpingkal pingkal karena geli. Bukan main geli hatinya. iimah pengasuhnya tertawa terbahak bahak.

Lama sekali imah pengasuh itu tertawa. Ia pikir tukang sepatu ini sudah gila. Kasihan sekali Rendi. Mukanya sangat pucat menahan malu.

Rendi segera berlari masuk ke rumah. Ia mengemasi semua pakaiannya dan akan keluar lewat pintu belakang. Di pintu belakang ia hampir bertabrakan dengan ibunya.
“Kenapa kau, Rendi? Mau kemana kau, Nak” tanya ibunya.
“Tuan putri telah menolak lamaranku Bahkan ia mentertawakan aku. Apalagi imah pengasuhnya Bukan main malunya aku, Bu”
Dengan wajah yang masih pucat dan air mata di ujung matanya, Rendi pergi” Ibunya tak sanggup menghalangi.

Beberapa bulan kemudian, Tuan Putri Amiraaa mendengar kabar tentang kepergian tukang sepatu itu.

“Imah, betapa kejamnya aku Aku telah membuat ia putus asa. Aku telah memperolok oloknya. Aku harus pergi ke rumahnya sekarang. Mungkin ibunya tahu kapan ia akan pulang” kata Putri Amiraa dengan air mata menitik di pipinya yang merah muda.

Dengan memakai gaun hitam, putri datang ke desa. Toko tempat membuat sepatutelah ditutup. Bunga bunga yang tumbuh disekitarnya telah kering dan layu. Rumput liar tumbuh di mana mana. Keadaan rumah itu begitu suram. Sepi sekali.
Terdengar isak tangis seorang wanita tua. Ia duduk di atas sehelai tikar yang sudah cabik cabik. Dengan hati yang amat sedih, putri datang mendekatinya. Lalu ia mengatakan,

“Ibu, di manakah putra ibu? Ke manakah ia pergi? Apakah ia tidak akan kembali kemari? Tidakkah ia ingin menikah pada suatu hari nanti??”
“Oh, Tuan Putri, entah kapan ia akan kembali. Rendi anakku pernah berkata sebelum ia berangkat. Suatu hari nanti, ia akan menikah dengan gadis yang tak malu duduk dalam gubuk yang reyot ini, seorang gadis yang tidak malu menjadi istri tukang sepatu yang miskin,” jawab ibu Rendi.

“ Rendi tidak miskin, Bu “ kata putri bersemangat. “Orang yang punya pekerjaan, punya semangat, dan punya kejujuran adalah orang yang kaya Bu” Tentu saja ibu Rendi menjadi terheran heran.

“Imah…” kata putri kepada imah pengasuhnya, “katakan kepada ayahanda raja bahwa aku akan menunggu kepulangan Rendi di desa ini. Cepatlah pulang”

Putri Amiraaa meminta alat alat yang pernah dipakai oleh Rendi dulu untuk membuat sepatu kulitnya. Ia mulai mengetuk ngetuk kulit sepatu.

Tap, tap la ri ra ding dong dengngngg!!
Tap, tap la ri ra ding dong dengngngg!!!

Begitu kuatnya dan begitu lamanya putri mengetuk ngetuk sepatu hingga gaungnya terbawa oleh angin sampai ke tempat tinggal Rendi.

Rendi mengangkat kepalanya. Sayup ia mendengar suara orang membuat sepatu. Betul Itu suara orang membuat sepatu. Tak ada yang punya alat alat pertukangan sepatu kecuali dia.

“Hah Siapa yang berani bekerja di pertukanganku” kata Rendi, bangkit dari duduknya. Segera ia melangkahkan kaki ke rumah. Makin dekat ia ke rumahnya, makin jelas suara orang membuat sepatu.

Di ambang pintu, Rendi melihat punggung Tuan Putri. Ia bekerja dengan sepenuh hatinya. Rendi terkejut bercampur heran.

“Apa yang Tuan Putri kerjakan di sini??” tanyanya. Kaget juga, putri membalikkan badannya ke arah jendela. Putri tersenyum. Ah, alangkah cantiknya. Hati Rendi bagaikan disiram air sejuk.

“Lupakah kau, Rendi Kau pernah berkata kepada ibumu bahwa bila ada seorang gadis yang berani masuk rumahmu dan melamarmu maka ia menjadi istrimu. Lihat Bukankah saya berani masuk rumahmu? Bukankah saya berhak menjadi istrimu” kata Putri Amiraaa bersemangat.

“Ingat juga, Putri Kau pernah menertawakan aku?” balas Rendi.
“Aku hanya tertawa geli. Aku tak bermaksud menghinamu” kata Putri Amiraa.
“Kalau kau tidak mau menerimaku, berarti kau tak mengakui keberanianku. Aku akan bunuh diri saja Tapi kalau kau mau menerimaku, kita akan segera menikah”
Betapa bahagianya, betapa leganya Rendi mendengar pernyataan putri raja itu. Ia kini menghargai dirinya sepenuhnya

Dengan penuh kebahagiaan dan kelembutan diciumnya telapak tangan Putri Amiraaa yang halus itu.

Beberapa hari kemudian Rendi dan Putri Amiraaa menikah di desa. Pesta pernikahan mereka amat sederhana. Untuk seterusnya putri itu tidak kembali ke istana. Ia tinggal di desa, membantu suaminya membuat sepatu dan merawat ibu Rendi yang sudah tua. 

semuanya berbahagia.

Tunggu dongen beikutnya ya teman...




jangan lupa follow @ichacharuccy


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih semuanya..